Tuesday, November 22, 2011

Tugas Kajian Puisi- analisis puisi "Lonceng Tinju"


ANALISIS PUISI
“Lonceng Tinju”
Karya Taufiq Ismail
Menggunakan Pendekatan Mimesis

MATA KULIAH KAJIAN PUISI
Dosen Pengampu: Dra. Sri Suhita


logo_clr








Disusun Oleh
Nur Malindah Lestari (2115101135)
Kelas 2A


Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Jakarta
2011

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya penulis telah menyusun makalah pengkajian puisi dengan pendekatan mimetik pada puisi yang berjudul “Lonceng Tinju” karya Taufiq Ismail.

Penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca. Ucapan Terima kasih kepada Ibu Dra. Sri Suhita selaku dosen pengampu mata kuliah Kajian Puisi, juga kepada teman-teman kelas 2A, dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan dalam penyempurnaan makalah yang lebih lanjut.

 Jakarta,   November  2011


      Penulis
 



BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang

Di dalam sastra ada sebuah hubungan yang sangat erat antara apresiasi, kajian dan kritik sastra karena ketiganya merupakan tanggapan terhadap karya sastra.

Kajian (sastra) adalah kegiatan mempelajari unsur-unsur dan hubungan antarunsur dalam karya sastra dengan bertolak dari pendekatan, teori, dan cara kerja tertentu (Aminuddin, 1995:39). Saat pembaca sudah mampu mengapresiasi sastra, pembaca mempuyai kesempatan untuk mengkaji sastra. Namun, hal ini tak sekadar mengkaji. Karena mengkaji telah menuntut adanya keilmiahan. Yaitu adanya teori atau pengetahuan yang dimiliki tentang sebuah karya. Saat apresiasi merupakan tindakan menggauli karya sastra, maka mengkaji ialah tindakan menganalisis yang membutuhkan ilmu atau teori yang melandasinya. Tentang penjelasan mengkaji seperti yang diungkapkan oleh Aminudin (1995:39) kajian (sastra) adalah kegiatan mempelajari unsur-unsur dan hubungan antarunsur dalam karya sastra dengan bertolak dari pendekatan, teori, dan cara kerja tertentu.
Dengan adanya kajian puisi inilah, peminat sastra melakukan analisis yaitu membedah karya-karya puisi yang dibacanya. Sehingga unsur-unsur yang menyusun puisi tersebut dapat diketahui. Juga rangkaian hikmah yang ada di dalamnya. Dalam studi sastra ada sejumlah pendekatan yang dapat diterapkan oleh penelaah sastra. Bila kita bertolak dari empat cara pandang terhadap karya sastra seperti ditawarkan oleh Abrams, yakni karya sastra dilihat dari: (1) karya sastra itu sendiri, (2) pengarangnya, (3) semesta, dan (4) pembacanya, maka empat cara pandang itu menghasilkan empat pendekatan, yakni (1) pendekatan obyektif, (2) pendekatan ekspresif, (3) pendekatan mimesis, dan (4) pendekatan pragmatis.
Dalam makalah ini akan dilakukan pengkajian puisi yang berjudul Lonceng Tinju karya Taufiq Ismail.
Mimesis merupakan salah satu wacana yang ditinggalkan Plato dan Aristoteles sejak masa keemasan filsafat Yunoni Kuno, hingga pada akhirnya Abrams memasukkannya menjadi salah satu pendekatan utama untuk menganalisis sastra selain pendekatan ekspresif, pragmatik dan objektif. Mimesis merupakan ibu dari pendekatan sosiologi sastra yang darinya dilahirkan puluhan metode kritik sastra yang lain.
Mimesis berasal  bahasa Yunani yang berarti tiruan. Dalam hubungannya dengan kritik sastra mimesis diartikan sebagai pendekatan sebuah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra selalu berupaya untuk mengaitkan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. Perbedaan pandangan Plato dan Aristoteles menjadi sangat menarik karena keduanya merupakan awal filsafat alam, merekalah yang menghubungkan antara persoalan filsafat dengan kehidupan ( Ravertz.2007: 12).

1.2     Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini, antara lain:
ü  Memenuhi tugas Kajian Puisi
ü  Mengetahui pengertian  puisi
ü  Memahami pendekatan mimetik
ü  Mengetahui analisis dari puisi Lonceng Tinju karya Taufiq Ismail

1.3    Rumusan masalah
1.     Sebutkan dan jelaskan pendekatan dalam mengkaji karya sastra!
2.     Analisis ”Lonceng Tinju” Karya Taufiq Ismail melalui pendekatan mimesis!

1.4    Kerja Analisis
1.         Merumuskan permasalahan dalam realita objektif melalui studi kepustakaan
2.         Menganalisis karya sastra secara objektif (otonom), kemudian menghubungkan hasil temuan dengan realita objektif
3.         Melakukan interpretasi terhadap hasil temuan.

BAB II
ISI

LONCENG TINJU
Taufiq Ismail
Setiap kali lonceng berkleneng
Tanda putaran dimulai
Setiap kali mereka bangkit
Dan mengepalkan tinju
Setiap teriakan histeria
Bergemuruh suaranya
Aku kelu
Dan merasa di pojok
Sendirian

Setiap lonceng berklenengan
Dan tinju mulai berlayangan
Meremuk kepala lawan
Terkilas dalam ingatan
Nenekku dulu berkata
“Jangan kamu mengadu ayam”
Dan bila aku menuntut ilmu
Di Kedokteran Hewan
Guruku menasihatkan
“Jangan kamu mengadu hewan”

Kini lagi, bel itu berklenengan
Aku tersudut, bisu
Dan makin merasa
Sendirian.

(Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, 1987:127)



2.1  Kajian Puisi dan Pendekatan

Kinayati Djojosuroto (2009:20) mengatakan bahwa puisi adalah suatu sistem penulisan yang margin kanan dan penggantian lariknya ditentukan secara internal oleh suatu mekanisme yang terdapat dalam baris itu sendiri. Dengan demikian seberapa lebar pun suatu halaman tempat itu ditulis, puisi selalu tercetak/tertulis dengan cara yang sama. Dalam hal ini, penyair yang menentukan panjang baris atau ukuran.

Dalam mengkaji ”Lonceng Tinju” karya Taufiq Ismail, penulis akan menggunakan pendekatan mimetik.
Pendekatan mimetik adalah pendekatan yang mendasarkan pada hubungan karya sastra dengan universe (semesta) atau lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi lahirnya karya sastra itu. Perhatian penelaah adalah pada “the relationship between the work of art and the universe that it pretends to produce (hubungan antara karya seni dan realitas yang melatarbelakangi kemunculannya).” Dalam hubungan ini Lewis memandang seni sebagai tiruan dari aspek-aspek realitas, dari gagasan-gagasan eksternal dan abadi, dari pola-pola bunyi, pandangan, gerakan, atau bentuk yang muncul secara terus menerus dan tidak pernah berubah. (Lewis, 1976:46).
2.2    Analisis Unsur-Unsur Intrinsik Puisi
a) Tema
Puisi “Lonceng Tinju” karya Taufiq Ismail di atas mengungkapkan tema tentang kesendirian. Hal ini dapat kita rasakan dari beberapa bukti. Pertama, diksi yang digunakan bermakna kesendirian. Pada alinea satu menggambarkan sebuah gambaran situasi di arena tinju yang ramai, namun tokoh aku tetap merasa sendirian. Kata-kata lain yang mendukung tema adalah: Aku tersudut, bisu, Sendiri. Kedua, dari segi isi puisi tersebut menggambarkan sebuah renungan dirinya yang menyadari bahwa ia merasa sendiri dan trauma dengan pertinjuan.


b) Nada dan Suasana
Nada berarti sikap penyair terhadap pokok persoalan (feeling) atau sikap penyair terhadap pembaca. Sedangkan suasana berarti keadaan perasaan pembaca sebagai akibat pembacaan puisi.
Nada yang berhubungan dengan tema kesendirian menggambarkan betapa penyair ingin menyampaikan kesendirian tokoh aku di tahun sang penyair menciptakan puisi tersebut. Berhubungan dengan pembaca, maka puisi “Lonceng” tersebut bernada sebuah ajakan agar pembaca menyadari larangan untuk mengadu hewan, apalagi mengadu manusia.
c) Perasaan
Perasaan berhubungan dengan suasana hati penyair terhadap tokoh aku yang dalam analisis ini penulis menghubungkan tokoh Aku sebagai Elyas Pical, seorang petinju dunia pertama dari Indonesia pada tahun 1980-an. Dalam puisi ”Doa” gambaran perasaan penyair terhadap tokoh Aku adalah perasaan terpojok, dan sendiri. Perasaan tersebut tergambar dari diksi yang digunakan antara lain: Aku kelu, Dan merasa di pojok, Sendirian, Aku tersudut, bisu.
d) Amanat
Sesuai dengan tema yang diangkatnya, puisi ”Doa” ini berisi amanat kepada pembaca agar menghayati hidup untuk tidak saling beradu atau pun mengadu hewan, apalagi mengadu sesama manusia, karena Tuhan mengharamkan manusia untuk mengadu hewan ataupun sesama manusia.

2.3   Realitas di Dalam Karya
Penulis mengkaji puisi Lonceng Tinju menggunakan Pendekatan Mimetik, maka penulis mengaitkan tokoh Aku dalam puisi ini dengan seorang pria yang berprofesi sebagai seorang petinju dari Indonesia, namun pria ini merasa telah kualat karena tidak mengindahkan perkataan neneknya dan nasihat gurunya saat ia masih kecil dulu. Puisi Lonceng Tinju ini menyingkap sebuah realitas yaitu adanya seorang laki-laki bernama Ellyas Pical yang pada tahun 1980-an terkenal sebagai petinju muda dari Indonesia yang pertama kali berhasil menjadi juara dunia pertama. Ellyas Pical telah menggeluti olahraga tinju sejak berusia 13 tahun, dengan berlatih sembunyi-sembunyi karena dilarang oleh kedua orangtuanya. Sebagai petinju amatir yang bermain di kelas terbang, ia kerap menjadi juara mulai dari tingkat kabupaten hingga kejuaraan Piala Presiden. Karier profesionalnya dimulai pada tahun 1983 dalam kelas bantam junior. Sejak itu, berturut-turut sederet prestasi tingkat dunia diraihnya, seperti juara OPBF. Atas kemenangan ini, Ellyas Pical menjadi petinju profesional pertama Indonesia yang berhasil meraih gelar internasional di luar negeri.
Setelah terjadi pergulatan batin berbulan-bulan karena depresi pasca kekalahan melawan Galaxy, Ellyas Pical mampu bangkit dan merebut gelar IBF kelas bantam yunior kembali dari sang juara bertahan dari Korea Selatan. Gelar ini sempat bertahan sampai 2 tahun, hingga akhirnya Ellyas Pical harus terbang ke Ronoake, Virginia, Amerika Serikat untuk mempertahankan gelar melawan Juan Polo Perez dari Kolombia, (4 Oktober 1989, dan Pical harus menyerahkan gelarnya setelah kalah angka. Pasca kekalahan dari Perez, Ellyas Pical sempat bertanding non gelar sebanyak 3 kali, hingga akhirnya ayah dari Lorinly dan Matthew Pical ini pun sedikit demi sedikit menyingkir dari ring tinju. Ellyas Pical yang tidak sempat lulus SD ini kemudian bekerja sebagai petugas keamanan (satpam) di sebuah diskotik di Jakarta sedangkan istrinya berprofesi sebagai seorang dokter.
Ellyas Pical ditangkap pada 13 Juli 2005 oleh polisi karena melakukan transaksi narkoba di diskotik tersebut. Penangkapannya sempat menuai kritikan dari berbagai pihak yang menyoroti tiadanya jaminan hidup yang diberikan pemerintah kepada atlet yang telah mengharumkan nama negara itu. Ellyas Pical lalu divonis hukuman penjara selama 7 bulan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Setelah bebas dari penjara, Ellyas Pical diterima bekerja di KONI pusat, sebagai asisten ketua KONI.
Dari sedikit penjelasan tentang biografi petinju Indonesia di tahun 1980-an Ellyas Pical di atas, penulis mengaitkan puisi Lonceng Tinju dengan Ellyas Pical yang Berjaya di tahun 1983. Namun Ellyas Pical harus mengakhiri masa jayanya itu di tahun emasnya yang ke-3. Saat ia Berjaya di atas ring, para penonton dari seluruh Indonesia mengelu-elukan dan membanggakan ia, teriakan histeria disertai suara yang bergemuruh hampir tak pernah absen dari pertandingannya. Namun setelah ia kalah, dan memutuskan pensiun dari dunia tinju, ia merasa sakit hati, karena tidak ada lagi perhatian terhadap dirinya dari pemerintah maupun pendukung-pendukungnya dulu. Hidupnya berubah drastis, dari kejayaan serba wah, berubah menjadi kehidupan yang susah yang harus ia hadapi.
Setelah Ellyas Pical pensiun, tiada lagi berita tentang dirinya, seakan rakyat Indonesia tak menghiraukannya lagi dan lebih memilih mengagung-agungkan pengganti dirinya. Ia pun merasa terpojok, merasa sendiri, tersudut, bisu meskipun dalam keramaian. Dari puisi tersebut dapat penulis tangkap bahwa tokoh Aku, atau dalam hal ini sebut saja Ellyas Pical merasakan traumatis, atau penyesalan akan takdir yang ia terima. Ia berprofesi sebagai petinju tetapi keluarganya menentang karirnya, neneknya maupun gurunya juga pernah menasihatinya agar tidak mengadu ayam ataupun hewan lainnya dengan maksud ia juga tidak akan mengadu dengan sesama manusia. Dalam puisi ini tokoh Aku merasa menyesal, sehingga ia terus teringat akan nasihat-nasihat yang diberikan padanya, karena mungkin saja apabila ia tak menjadi petinju, hidupnya tak akan terpuruk seperti ini.
Penulis mengaitkan hubungan antara Ellyas Pical dengan puisi Taufiq ismail ini karena pada tahun penciptaan puisi ini yaitu tahun 1987 berhubungan dengan masa lengsernya Ellyas Pical dari masa keemasannya pada tahun 1986. Didukung lagi dengan fakta bahwa setelah Ellyas Pical pensiun dari dunia tinju, ia bekerja menjadi satpam di sebuah diskotik, bahkan sempat menjadi pengedar narkoba demi menghidupi keluarganya akibat tidak adanya tanggung jawab atau jaminan hidup serta kepedulian pemerintah akan nasib atlet yang sudah pensiun seperti dirinya.



BAB III
Penutup

3.1  Kesimpulan

            Dari hasil pengkajian yang telah penulis lakukan, dapat disimpulkan bahwa puisi Lonceng Tinju karya Taufiq Ismail menggunakan pendekatan Mimetik.


3.2  Saran
                 Dalam proses mengkaji puisi memerlukan pemahaman dan penguasaan lebih terhadap pendekatan yang digunakan, unsur-unsur yang terkait dengan analisis struktur puisi, dan realitas terhadap karya sastra tersebut.
                 Oleh karena itu, setiap individu sebelum memulai mengkaji hendaknya mencari contoh-contoh dari pengaplikasiaan demi menguatkan pemahaman teori-teori yang menjadi dasar penelitian.


Daftar Pustaka

Djojosuroto, Kinayati. 2009. Teori Dan Pemahaman Apresiasi Puisi. Jakarta: Pustaka Book  Publisher.
Djojosuroto, Kinayati. 2009. Teori Apresiasi Dan Pembelajaran Prosa. Jakarta: Pustaka Book  Publisher.
http://radenpekik.wordpress.com
diunduh pada Selasa, 1 November 2011 Pukul 20.45 WIB

http://fatchulfkip.wordpress.com
diunduh pada Selasa, 1 November 2011 Pukul 21.05 WIB

http://id.wikipedia.org/
diunduh pada Selasa, 1 November 2011 Pukul 21.15 WIB



2 comments:

Baren Barnabas said...

Judul puisi yang dianalisis itu "Lonceng Tinju", bukan "Doa". Biasakan untuk selalu melakukan pengeditan sebelum tulisan dimuat atau diterbitkan. Teruslah berkarya!

Ahiru Melodrama said...

Mohon maaf, tetapi judulnya memang "Lonceng Tinju" kok. Jadi, salah dimananya? trims komennya :)